Kamis, 10 November 2011

Hari Pahlawan Yang (semoga tidak) Terlupakan

Hari ini, 67 tahun yang lalu, tentu menjadi kenangan bagi beberapa orang tersisa, yang menjadi pelaku sejarah Peristiwa di Hotel Yamato (Oranje). Tentu masih terngiang bagi mereka pekik merdeka dan getaran semangat ketika perjuangan untuk memproklamirkan kemerdekaan telah dilakukan pada dua setengah bulan sebelumnya ternyata disepelekan oleh mantan penjajahnya.
Apakah rasa itu juga masih terngiang pada anak cucu mereka atau anak bangsa yang lain? semoga iya. Artikel di bawah ini diambil dari Wikipedia bagi pembaca semoga menjadi pengenang peristiwa bersejarah tersebut.

Peristiwa 10 November
Pertempuran Surabaya merupakan peristiwa sejarah perang antara pihak tentara Indonesia dan pasukan Belanda. Peristiwa besar ini terjadi pada tanggal 10 November 1945 di Kota Surabaya, Jawa Timur. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.

Tanggal 1 Maret 1942, tentara Jepang mendarat di Pulau Jawa, dan tujuh hari kemudian tanggal 8 Maret 1942, pemerintah kolonial Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang berdasarkan Perjanjian Kalijati. Setelah penyerahan tanpa syarat tesebut, Indonesia secara resmi diduduki oleh Jepang.

Insiden di Hotel Yamato, Tunjungan, Surabaya

Setelah munculnya maklumat pemerintah Indonesia tanggal 31 Agustus 1945 yang menetapkan bahwa mulai 1 September 1945 bendera nasional Sang Saka Merah Putih dikibarkan terus di seluruh wilayah Indonesia, gerakan pengibaran bendera tersebut makin meluas ke segenap pelosok kota Surabaya. Klimaks gerakan pengibaran bendera di Surabaya terjadi pada insiden perobekan bendera di Yamato Hoteru / Hotel Yamato (bernama Oranje Hotel atau Hotel Oranye pada zaman kolonial, sekarang bernama Hotel Majapahit) di Jl. Tunjungan no. 65 Surabaya.
Sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch. Ploegman pada sore hari tanggal 18 September 1945, tepatnya pukul 21.00, mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru), tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya, di tiang pada tingkat teratas Hotel Yamato, sisi sebelah utara. Keesokan harinya para pemuda Surabaya melihatnya dan menjadi marah karena mereka menganggap Belanda telah menghina kedaulatan Indonesia, hendak mengembalikan kekuasan kembali di Indonesia, dan melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih yang sedang berlangsung di Surabaya.

Tak lama setelah mengumpulnya massa di Hotel Yamato, Residen Soedirman, pejuang dan diplomat yang saat itu menjabat sebagai Wakil Residen (Fuku Syuco Gunseikan) yang masih diakui pemerintah Dai Nippon Surabaya Syu, sekaligus sebagai Residen Daerah Surabaya Pemerintah RI, datang melewati kerumunan massa lalu masuk ke hotel Yamato dikawal Sidik dan Hariyono. Sebagai perwakilan RI dia berunding dengan Mr. Ploegman dan kawan-kawannya dan meminta agar bendera Belanda segera diturunkan dari gedung Hotel Yamato. Dalam perundingan ini Ploegman menolak untuk menurunkan bendera Belanda dan menolak untuk mengakui kedaulatan Indonesia. Perundingan berlangsung memanas, Ploegman mengeluarkan pistol, dan terjadilah perkelahian dalam ruang perundingan. Ploegman tewas dicekik oleh Sidik, yang kemudian juga tewas oleh tentara Belanda yang berjaga-jaga dan mendengar letusan pistol Ploegman, sementara Soedirman dan Hariyono melarikan diri ke luar Hotel Yamato. Sebagian pemuda berebut naik ke atas hotel untuk menurunkan bendera Belanda. Hariyono yang semula bersama Soedirman kembali ke dalam hotel dan terlibat dalam pemanjatan tiang bendera dan bersama Koesno Wibowo berhasil menurunkan bendera Belanda, merobek bagian birunya, dan mengereknya ke puncak tiang bendera kembali sebagai bendera Merah Putih.

Setelah insiden di Hotel Yamato tersebut, pada tanggal 27 Oktober 1945 meletuslah pertempuran pertama antara Indonesia melawan tentara Inggris . Serangan-serangan kecil tersebut di kemudian hari berubah menjadi serangan umum yang banyak memakan korban jiwa di kedua belah pihak Indonesia dan Inggris, sebelum akhirnya Jenderal D.C. Hawthorn meminta bantuan Presiden Sukarno untuk meredakan situasi.

Kematian Brigadir Jenderal Mallaby
Setelah gencatan senjata antara pihak Indonesia dan pihak tentara Inggris ditandatangani tanggal 29 Oktober 1945, keadaan berangsur-angsur mereda. Walaupun begitu tetap saja terjadi bentrokan-bentrokan bersenjata antara rakyat dan tentara Inggris di Surabaya. Bentrokan-bentrokan bersenjata di Surabaya tersebut memuncak dengan terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, (pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur), pada 30 Oktober 1945 sekitar pukul 20.30. Mobil Buick yang ditumpangi Brigadir Jenderal Mallaby berpapasan dengan sekelompok milisi Indonesia ketika akan melewati Jembatan Merah. Kesalahpahaman menyebabkan terjadinya tembak menembak yang berakhir dengan tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby oleh tembakan pistol seorang pemuda Indonesia yang sampai sekarang tak diketahui identitasnya, dan terbakarnya mobil tersebut terkena ledakan granat yang menyebabkan jenazah Mallaby sulit dikenali. Kematian Mallaby ini menyebabkan pihak Inggris marah kepada pihak Indonesia dan berakibat pada keputusan pengganti Mallaby, Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh untuk mengeluarkan ultimatum 10 November 1945 untuk meminta pihak Indonesia menyerahkan persenjataan dan menghentikan perlawanan pada tentara AFNEI dan administrasi NICA.

Ultimatum 10 November 1945
Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya, Mayor Jenderal Robert Mansergh mengeluarkan ultimatum yang menyebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi tanggal 10 November 1945.
Ultimatum tersebut kemudian dianggap sebagai penghinaan bagi para pejuang dan rakyat yang telah membentuk banyak badan-badan perjuangan / milisi. Ultimatum tersebut ditolak oleh pihak Indonesia dengan alasan bahwa Republik Indonesia waktu itu sudah berdiri, dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) juga telah dibentuk sebagai pasukan negara. Selain itu, banyak organisasi perjuangan bersenjata yang telah dibentuk masyarakat, termasuk di kalangan pemuda, mahasiswa dan pelajar yang menentang masuknya kembali pemerintahan Belanda yang memboncengi kehadiran tentara Inggris di Indonesia.

Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan berskala besar, yang diawali dengan pengeboman udara ke gedung-gedung pemerintahan Surabaya, dan kemudian mengerahkan sekitar 30.000 infanteri, sejumlah pesawat terbang, tank, dan kapal perang.
Inggris kemudian membombardir kota Surabaya dengan meriam dari laut dan darat. Perlawanan pasukan dan milisi Indonesia kemudian berkobar di seluruh kota, dengan bantuan yang aktif dari penduduk. Terlibatnya penduduk dalam pertempuran ini mengakibatkan ribuan penduduk sipil jatuh menjadi korban dalam serangan tersebut, baik meninggal maupun terluka.
Bung Tomo di Surabaya, salah satu pemimpin revolusioner Indonesia yang paling dihormati. Foto terkenal ini bagi banyak orang yang terlibat dalam Revolusi Nasional Indonesia mewakili jiwa perjuangan revolusi utama Indonesia saat itu.
Di luar dugaan pihak Inggris yang menduga bahwa perlawanan di Surabaya bisa ditaklukkan dalam tempo tiga hari, para tokoh masyarakat seperti pelopor muda Bung Tomo yang berpengaruh besar di masyarakat terus menggerakkan semangat perlawanan pemuda-pemuda Surabaya sehingga perlawanan terus berlanjut di tengah serangan skala besar Inggris.
Tokoh-tokoh agama yang terdiri dari kalangan ulama serta kyai-kyai pondok Jawa seperti KH. Hasyim Asy'ari, KH. Wahab Hasbullah serta kyai-kyai pesantren lainnya juga mengerahkan santri-santri mereka dan masyarakat sipil sebagai milisi perlawanan (pada waktu itu masyarakat tidak begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih patuh dan taat kepada para kyai) shingga perlawanan pihak Indonesia berlangsung lama, dari hari ke hari, hingga dari minggu ke minggu lainnya. Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran skala besar ini mencapai waktu sampai tiga minggu, sebelum seluruh kota Surabaya akhirnya jatuh di tangan pihak Inggris.
Setidaknya 6,000 - 16,000 pejuang dari pihak Indonesia tewas dan 200,000 rakyat sipil mengungsi dari Surabaya. Korban dari pasukan Inggris dan India kira-kira sejumlah 600 - 2000 tentara. Pertempuran berdarah di Surabaya yang memakan ribuan korban jiwa tersebut telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat sipil yang menjadi korban pada hari 10 November ini kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan oleh Republik Indonesia hingga sekarang.
(Disunting dari: WIKIPEDIA)
»»  READMORE...

Baca selengkapnya ..

Selasa, 08 November 2011

Meneladani Kisah Nabi Ayyub as.

Jika kita telah mempelajari kisah Nabi Ayyub as, banyak sekali hikmah yang bisa diteladani atau dicontoh dari beliau, diantaranya :
1. Nabi Ayyub as seorang Rasul yang pandai bersyukur.
Dengan berbagai rizqi yang diterimanya Nabi Ayyub as justru sangat suka bersedekah kepada orang yang membutuhkan. Meskipun kaya raya beliau tidak sombong mau bergaul dengan orang miskin.
Sikap dermawan dan tidak sombang harus kita praktikan dalam kehidupan sehari-hari. Harta itu titipan Allah SWT, orang yang pandai bersyukur akan dikarunai nikmat yang banyak, akan beruntng di dunia dan akhirat.
2. Tidak menyia-nyiakan kesehatan.
Dengan dikarunai kesehatan kita bisa menjalankan berbagai hal. Selagi tubuh kita sehat, kerjakan amalan yang bermanfaat, rajin ibadah, belajar dan bekerja.
Rajinlah menjaga kesehatan. Seseorang akan merasakan pentingnya kesehatan pada saat sakit.
3. Tabah dan tawakal dalam menghadapi cobaan.
Kadang ketika kita sakit menjadi malas beribadah kepada Allah SWT, dan suka marah-marah. Apakah itu tindakan yang benar ? Tidak.
Nabi Ayyub as ketika sakit justru semakin meningkatkan ibadah kepada Allah SWT, tidak berburuk sangka, dan tidak mengeluh. Beliau dengan sabar mengobati dan tekun memohon kepada Allah SWT agar sakitnya segera sembuh.
4. Suka menjenguk orang sakit.
Setiap orang pasti pernah sakit.
Apa yang kamu lakukan ketika musibah menimpa orang lain, misalnya temanmu ?
Sebagai orang muslim diwajibkan untk menjenguk.
Mengapa ?
Karena bisa menjadi obat penyembuh, orang yang sakit akan terhibur hatinya sehingga penderitaannya menjadi berkurang.
Jika kita menjenguk orang sakit yang harus dilakukan adalah : mendo’akan, menghibur dan member semangat agar lekas sembuh. Dilarang berbuat gaduh, terlalu lama menjenguknya, dan menceriterakan sesuatu yang membuat orang sakit menjadi takut.
demikianlah sebagian kecil hal yang patut diteladani dari Nabi Ayyub as.
Belajar yang rajin, baca buku-buku Islami untuk memperkuat iman kita !
Semoga berhasil.
Amiin !
»»  READMORE...

Baca selengkapnya ..

Senin, 07 November 2011

Qurban dan Integrasi Pembelajaran PAI – IPA, Keren Juga Ya!

Jika Qurban sering dimanfaatkan untuk pembelajaran sikap rela berkorban demi ketaatan kepada Alloh, maka anak-anak kelas 5 SD Plus Rahmat mendapat pengalaman yang berbeda. Pada Penyelenggaraan Qurban kali ini mereka tidak hanya mendapatkan cerita peristiwa pengorbanan Ismail dan makna peristiwa tersebut, tetapi mereka juga mendapatkan pembelajaran bagaimana menyembelih hewan yang benar serta mengidentifikasai anatomi tubuh hewan (kambing) bagian dalam>.


Rangkaian kegiatan Dzulhijjah memang tidak bisa dilepaskan dari peristiwa yang dialami oleh keluarga Ibrahim. Dimulai dari manasik haji, Sholat Idul Adha serta penyembelihan hewan Qurban.
Demikian pula dengan siswa siswi SD Plus Rahmat yang setiap tahun melaksanakan kegiatan tersebut sebagai rangkaian syiar Islam yang diajarkan kepada mereka.
Dimulai dengan manasik Haji Anak 1432H yang dilaksanakan tanggal 28 Oktober 2011 yang dilaksanakan di GNI, lalu Sholat Idul Adha 1432h yang dilaksanakan di halaman sekolah serta penyembelihan hewan Qurban yang dilaksanakan di halaman sekolah.

Jika Qurban sering dimanfaatkan untuk pembelajaran sikap rela berkorban demi ketaatan kepada Alloh, maka anak-anak kelas 5 SD Plus Rahmat mendapat pengalaman yang berbeda. Pada Penyelenggaraan Qurban kali ini mereka tidak hanya mendapatkan cerita peristiwa pengorbanan Ismail dan makna peristiwa tersebut, tetapi mereka juga mendapatkan pembelajaran bagaimana menyembelih hewan yang benar serta mengidentifikasai anatomi tubuh hewan (kambing) bagian dalam.
 Di bimbing oleh Ustadzah Luci Aprilia, S.TP., sebagai guru Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) anak-anak kelas 5 SD Plus Rahmat mendapat tugas untuk memperhatikan proses penyembelihan kambing dan mengidentifikasi organ tubuh kambing. Kegiatan ini merupakan integrasi dari pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) tentang Qurban serta IPA.

Dengan pembentukan kelompok masing-masing 2 anak, mereka bekerja sama untuk mengidentifikasi organ tubuh bagian dalam hewan. Dengan kegiatan ini anak-anak diharapkan dapat mengamati secara nyata organ dalam hewan serta mengetahui nama-nama organ tersebut.
Model integrasi antar bidang studi ini merupakan hal yang terus akan dikembangkan oleh ustadz/ah SD Plus Rahmat untuk memberi pengalaman belajar yang menyenangkan serta bermakna. Apakah cukup sekedar itu, ternyata tidak. Untuk lebih merekatkan pengalaman belajar serta pengetahuan yang didapatkan, dokumentasi kegiatan berupa foto dan video penyembelihan juga telah dipersiapkan sehingga anak-anak dapat melihat ulang pengalaman belajar yang telah mereka lakukan. (Admin Blog)
»»  READMORE...

Baca selengkapnya ..